Raup Untung Jutaan Rupiah dari Budidaya Lebah Trigona sp. dan Dampaknya terhadap Keberlanjutan Ekosistem Hutan Mangrove

Penulis: Fidella Ivana I Editor: Dina Aulia

5/6/20243 min read

   Hutan mangrove berperan sebagai fondasi yang kuat untuk melindungi pesisir pantai dari abrasi dan menjaga beragam kehidupan. Akar yang kokoh dari pohon mangrove merangkul tanah dan membentuk penghalang alami, mengurangi erosi akibat gelombang laut dan angin yang kuat. Kehadiran Hutan Mangrove ini tidak hanya untuk melindungi garis pantai dari kerusakan, tetapi juga menciptakan lingkungan yang optimal bagi berbagai spesies flora dan fauna.

   Sayangnya, kerusakan Hutan Mangrove semakin marak terjadi, penyebabnya karena konversi lahan, pencemaran, penebangan liar, serta perubahan iklim. Dampak jangka panjang yang mungkin akan terjadi yakni potensi hilangnya sumber daya di sekitar bahkan potensi terjadinya bencana alam. Salah satu contoh dampak yang terjadi dari rusaknya hutan mangrove yakni abrasi yang terjadi di Desa Kuala Selat, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Dikutip dari mongabay.co.id, sejak tahun 1980-an daratan di Desa Kuala Selat mulai terkikis dan sekarang kerusakan hutan mangrove ini telah menyebabkan banyak flora dan fauna mati sehingga masyarakat juga kehilangan sumber pencaharian.

   Indonesia menjadi negara dengan luasan Hutan Mangrove mencapai 3.363.000 Hektar, tentunya kerusakan yang terjadi di Desa Kuala Selat tidak kita harapkan juga terjadi di daerah lainnya. Perlu tindakan pencegahan yang dilakukan banyak pihak untuk mendukung keberlangsungan Hutan Mangrove karena selain menjaga lingkungan, Hutan Mangrove juga memiliki potensi untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Salah satu upaya yang bisa dilakukan yakni dengan budidaya lebah di sekitar Hutan Mangrove, sebagai alternatif pemasukan masyarakat dalam rangka meminimalisir tindakan konversi lahan dan menyadarkan masyarakat untuk menjaga Ekosistem Mangrove sebagai habitat lebah.

   Lebah adalah salah satu hewan yang relatif mudah untuk dibudidayakan. Mereka memiliki siklus hidup yang teratur dan dapat diarahkan dengan manajemen yang tepat. Budidaya lembah juga cocok di lahan yang sempit dengan metode box kayu, peternak bisa menggunakan stup berukuran 30x15 cm dari bahan kayu yang berserat halus dan melakukan pemindahan koloni dengan cara memindahkan ratunya terlebih dahulu, secara otomatis koloni akan berpindah mengikuti ratunya (lama adaptasi koloni berkisar 1-2 bulan). Penting juga untuk melakukan pembersihan stup secara berkala agar terhindar dari gama dan air hujan. Pemanenan nantinya dapat dilakukan setelah 1-2 minggu selesai musim berbunga. Dengan pengetahuan yang benar tentang kebutuhan lebah akan makanan, habitat, dan perlindungan dari predator, budidaya lebah dapat berhasil dilakukan oleh peternak yang berpengalaman maupun pemula. Selain itu, produk-produk dari budidaya lebah seperti madu yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, membuat budidaya lebah menjadi pilihan menarik dalam peternakan modern yang berkelanjutan. Biaya produksi Madu Kelulut membutuhkan biaya sebesar Rp 489.000 sekali proses produksi dengan hasil madu rata-rata 20 liter pada musim berbunga dan 7,79 liter pada musim tidak berbunga dengan rata-rata pendapatan bersih setiap panen sebesar Rp 2.974.000/kotak/musim bunga, dan Rp 858.300/kotak/musim tidak berbunga (Fitri, S., 2022).

  Lebah Trigona sp. menjadi jenis lebah yang paling banyak diminati untuk budidaya di lahan gambut karena menghasilkan madu kelulut yang memiliki rasa yang khas. Salah satu daerah yang telah melakukan budidaya lebah trigona sp. di hutan mangrove adalah Kecamatan Singkawang Utara Kota Singkawang. Penelitian yang dilakukan Emi, dkk (2021) menunjukan bahwa budidaya lebah di daerah kecamatan Singkawang Utara telah berhasil meningkatkan nilai ekonomis masyarakat dengan menjadikan budidaya lebah Trigona sp. sebagai penghasilan sampingan bagi kelompok pemerhati mangrove dan rumah madu yang dijadikan sebagai objek wisata edukasi bagi pengunjung Hutan Mangrove.

   Hutan mangrove memiliki potensi yang besar untuk budidaya lebah dikarenakan terdapat berbagai jenis tanaman berbunga sebagai penghasil nektar atau sumber makanan utama pada lebah madu. Struktur yang kompleks dan beragam di hutan mangrove menyediakan tempat berlindung aman dari predator dan cuaca ekstrem sehingga lebah bisa merasa aman dan terhindar dari stres. Penelitian ilmiah juga sudah beberapa kali dilakukan terkait Budidaya Lebah di Hutan Mangrove salah satunya penelitian dari Supto, dkk (2021) menyatakan bahwa potensi bunga di Lahan Mangrove tersedia di sepanjang tahun meskipun secara kuantitas bervariasi dari bulan ke bulan. Hal ini tentunya juga berdampak positif bagi Hutan Mangrove. Populasi tanaman mangrove yang semakin terjaga karena bantuan proses penyerbukan yang dilakukan oleh lebah sehingga membantu menjaga berbagai jenis habitat flora.

  Keberadaan lebah madu dan Hutan Mangrove saling berkaitan dan saling menguntungkan. Lebah Trigona sp. mendapatkan sumber makanan yang melimpah di Hutan Mangrove, dan Mangrove mendapatkan manfaat penyerbukan dari Lebah Trigona sp. Dukungan untuk pelaksanaan program Budidaya Lebah Trigona sp. di Hutan Mangrove akan sangat membantu masyarakat dalam meningkatkan kondisi ekonomi dan menjaga ekosistem Hutan Mangrove berkelanjutan.

Sumber:

  1. Fitri, S. (2022). Analisis Usahatani Lebah Madu Kelulut dan Kontribusinya terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Kelurahan Kouk, Kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar. Skripsi. Universitas Islam Riau Pekanbaru.

  2. Rosalinda, E., Wiwik, E. & Dwi, A. (2021). Teknologi Budidaya Lebah Madu Kelulut di Kawasan Mangrove. Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat Vol. 10, No. 1, Bulan Maret.

  3. Sapto P., Burhanuddin, Evi W., 2020. Mengenal Potensi Vegetasi Mangrove Sebagai Pakan Lebah Madu di Kawasan Hutan Mangrove surya Perdana Mandiri Kelurahan Setapuk Besar Singkawang.

Photo by Bianca Ackermann on Unsplash.com